ABNORMALITAS
Dengan
melihat berbagai macam masalah yang seringkali dialami individu yang tidak
jarang juga menjadikan mereka mengalami gangguan psikologis atau
disebut juga perilaku abnormal. Perilaku abnormal merupakan
perilaku yang menyimpang dari normal. Individu yang mengalami gangguan
abnormalitas ada kemungkinan untuk berubah menjadi normal.
KAITAN
ABNORMALITAS DENGAN MOTIVASI, STRESS DAN GENDER
Gangguan abnormal tidak dapat berubah menjadi normal secara total
atau sepenuhnya. oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan, yaitu dengan
melakukan treatment (terapis psikologis) dan dibantu untuk dapat bersosialisasi
agar dapat menjadi invidu yang mandiri (sembuh sosial). Bahkan yang mulanya
individu tersebut normal, ada kemugkinan untuk berubah menjadi abnormal jika
mereka terlalu banyak melakukan defence mecahnismdengan mereprese dirinya
terus menerus. Sehingga individu mengalami frustasi karena
titidak bisa mencapai tujuan hidupnya seperti yang inginkan yang kemudian akan
menimbulkan stres sehingga individu merasa tertekan dan akhirnya depresi (stres
yang berkepanjangan). Semua itu yang kemudian dapat menimbulkan konflik dalam
diri yang juga menimbulkan simtom seperti menangis atau berbicara sendiri atau
melakukan perilaku bunuh diri. Baik yang commit suicide (hanya baru keinginan
bunuh diri) maupun suicide (sudah melakukan bunuh diri).
Rentang Kontinum : diyakinkan dapat berubah;
tidak selalu tetap
Abnormal → Normal ; Normal → Abnormal
Gangguan abnormal tidak selalu negatif adapula abnormal
positif. Contoh, seorang ibu yang tinggal dilingkungan perkampungan tidak
suka ngutang atau melakukan kredit untuk membeli barang-barang yang diinginkan.
Dia memilih untuk bersabar (tidak muluk-muluk), “ada uang ya beli ga ada uang
ya ga beli”. Tetapi tetangga-tetangganya yang sesama ibu-ibu rela ngutang atau
kredit untuk membeli barang yang mereka inginkan walaupun mereka tidak
mempunyai uang demi mempertahankan gengsi mereka.
CIRI - CIRI GANGGUAN ABNORMAL
1. Disfungsi
Psikologis: menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan; integrasi aspek kognitif,
afektif, konatif/psikomotorik.
Contoh:
seorang anak melihat ibunya bertengkar dengan ayahnya dan melihat ibunya
dipukul/dianiaya oleh ayahnya dan kemudian kedua orangtuanya bercerai.
· Aspek
kognitif → perspektif anak terhadap ayahnya
menjadi negatif, menurutnya ayahnya itu jahat, tidak mempunyai perasaan dan
tidak sayang terhadap ibunya. Disekolah anak juga jadi tidak bisa
berkonsentrasi dalam belajar. Sehingga anak jadi malas belajar, sehingga nilai
disekolah menurun. Menjadi pendiam disekolah dan tidak percaya diri.
· Aspek
afektif → anak menjadi sedih, khawatir, cemas
dan takut apabila melihat ibunya bertengkar dengan ayahnya.
· Aspek
konatif → malas belajar, ingin memukul dan
membunuh ayahnya
2. Distres;
Impairment (Hendaya) → menunjukkan
pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik ataupun psikologis.
Secara Fisik → memukul-mukul tangannya
ketembok/kekaca hingga berdarah, mengonsumsi narkoba, minuman beralkohol secara
berlebihan.
Secara
Psikologis → mengurung
diri dikamar tidak mau makan, main game online di warnet hingga larut makan
bahkan terkadang tidak pulang seharian.
3. Respon
Atipikal (Secara Kultural Tidak Diharapkan) → Reaksi yang TIDAK sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku
Teman-temannya mengolok-olok dan menjauhi dirinya
karena dia berasal dari keluarga broken home dan karena dia sudah menjadi
narapidana karena terlibat kasus narkoba. Ayahnya sudah tidak peduli lagi
terhada keadaan ia dan ibunyanya sehingga ayahnya tidak mau sama sekali
menemui anaknya dan isrinya lagi. Ibunya juga dirawat dirumah sakit jiwa.
Adapula dari sumber lain mengenai kriteria gangguan
abnormalitas adalah sebagai berikut:
a. Abnormalitas menurut Konsepsi
Statistik
Secara statistik suatu gejala dinyatakan sebagai
abnormal bila menyimpang dari mayoritas. Dengan demikian seorang yang jenius
sama- sama abnormalnya dengan seorang idiot, seorang yang jujur menjadi
abnormal diantara komunitas orang yang tidak jujur.
b. Abnormal menurut Konsepsi
Patologis
Berdasarkan konsepsi ini tingkah laku individu
dinyatakan tidak normal bila terdapat simptom-simptom (tanda-tanda) klinis
tertentu, misalnya ilusi, halusinasi, obsesi, fobia, dst. Sebaliknya individu
yang tingkah lakunya tidak menunjukkan adanya simptom-simptom tersebut adalah
individu yang normal.
c. Abnormal menurut Konsepsi
Penyesuaian Pribadi
Menurut konsepsi ini seseorang dinyatakan
penyesuaiannya baik bila yang bersangkutan mampu menangani setiap masalah yang
dihadapinya dengan berhasil. Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya memiliki
jiwa yang normal. Tetapi bila dalam menghadapi masalah dirinya menunjukkan
kecemasan, kesedihan, ketakutan, dst. yang pada akhirnya masalah tidak
terpecahkan, maka dikatakan bahwa penyesuaian pribadinya tidak baik, sehingga
dinyatakan jiwanya tidak normal.
d. Abnormal menurut Konsepsi
Penderitaan/tekanan Pribadi
Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan
penderitaan dan kesengsaraan bagi individu.
- Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan
distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa
menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan.
- Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan
merupakan abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik.
- Kriteria ini bersifat subjektif karena susah
untuk menentukan standar tingkat distress seseorang agar dapat
diberlakukan secara umum.
e. Perilaku berbahaya
Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu
sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan abnormal.
f. Abnormalitas menurut
Konsepsi Sosio-kultural
Menurut konsepsi ini seseorang dinyatakan
penyesuaiannya baik bila yang bersangkutan mampu menangani setiap masalah yang
dihadapinya dengan berhasil. Dan hal itu menunjukkan bahwa dirinya memiliki
jiwa yang normal. Tetapi bila dalam menghadapi maslah dirinya menunjukkan
kecemasan, kesedihan, ketakutan, dst. yang pada akhirnya masalah tidak
terpecahkan, maka dikatakan bahwa penyesuaian pribadinya tidak baik, sehingga
dinyatakan jiwanya tidak normal.
g. Abnormalitas menurut Konsepsi
Kematangan Pribadi
Menurut konsepsi kematangan pribadi, seseorang
dinyatakan normal jiwanya bila dirinya telah menunjukkan kematangan pribadinya,
yaitu bila dirinya mampu berperilaku sesuai dengan tingkat perkembangannya.
h. Disability (tidak stabil)
· Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk
mencapai tujuan karena abnormalitas yang dideritanya. Misalnya para pemakai
narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba telah mengakibatkan mereka
mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan.
· Seseorang yang abnormal juga mengalami
disability. Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan seksual voyeurisme
(mendapatkan kepuasan seksual dengan cara mengintip orang lain telanjang atau
sedang melakukan hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami
disability dalam masalah seksual.
Menurut Elizabeth B. Hurlock ada tiga
ciri perilaku abnormal, yaitu sebagai berikut:
1. Manic
Syndrome
Gejala ini
ditandai dengan ketidakmampuan seseorang dalam mengenali perubahan
personality. Ia tidak dapat membedakan mana dirinya ketika ia sedih atau ketika
ia sedang bahagia. Selain itu, ketidakmampuan ini pun terlihat dari gejala
perubahan fisik maupun usia, tetapi kepribadiannya tidak berkembang. Mereka
yang termasuk kedalam individu abnormal sering kali dikuasai oleh halusinasi.
Seolah mereka mempunyai dunia sendiri, aktivitas merekapun sangat tidak
dimengerti oleh orang-orang biasa. Gejala halusinasi ini kemudian diikuti oleh
perlaku lainnya, seperti berbicara sendiri, banyak bicara, over aktif, juga
menjadi tidak sabar. Adapun ciri lain dari Manic Syndrom dalam
individu abnormal adalah tidak memiliki dorongan seksual. Mereka sama sekali
pasif terhadap lawan jenis, bahkan terkadang mereka menganggapnya sebagai
individu yang sama.
2. Psychopathic
Personality
Dalam
gejala Psichopathic Personality, seseorang yang dikatakan abnormal
biasanya memiliki ego yang sangat tinggi. Mereka tidak mau tahu (karena memang
mereka tidak mengerti) apapun tentang keadaan orang lain, yang terpenting bagi
mereka adalah kepuasan terhadap ego.
Saat
sedang tertawa dan bahagia, beberapa detik atau menit kemudian tiba-tiba
menangis dan bersedih. Mungkin gejala perubahan emosi ini dipengaruhi pula oleh
halusinasi. Mereka pun tidak jarang mengekspresikankan perasaan mereka, seperti
cinta, marah, bahagia, sedih, atau takut dengan bentuk-bentuk perilaku yang
sulit dikendalikan.
3. Deliquen
Personality
Gejala ini
ditampilkan dengan sikap pertahanan diri yang sangat kuat. Mereka yang abnormal
seringkali mengunci diri dalam lingkungan yang sepi dan sendiri. Mereka seolah
tidak ingin ada serangan yang datang terhadap dirinya sehingga mereka selalu
mempertahankan diri atau membuat benteng pertahanan terhadap segala hal yang
ada.
Gejala
lain yang ditunjukkan adalah hiper-sensitif. Mereka dengan sangat cepat
mengekspresikan rasa sedih, marah, takut, atau senang dengan hal-hal yang oleh
orang normal biasa-biasa saja. Gejala hiper-sensitif inilah
yang perlu diperhatikan ketika invidu abnormal berhubungan dengan orang lain,
bisa-bisa terjadi pertengkaran karena yang satu tidak mengetahui dan memahami
yang lainnya.
Bentuk
lain dari Deliquen Personality adalah ketidakmampuan menurut
terhadap peraturan yang disebut juga Diciplin Problems. Baik itu
masalah kedisplinan yang berkaitan dengan aturan yang di rumah, ataupun di
lingkungan masyarakat.
Sumber:
aniendriani.blogspot.com/konsep
normal dan abnormalitas
Rusidi, Maslim, Dr., 2001. Diagnosis
Gangguan Jiwa: PPDGJ-III.Jakarta: PT. Nuh Jaya.
Ruhyaningtias. Buku
Catatan Kuliah. Jakarta: Psikologi 2009.
www.anneahira.com/mengetahui gejala psikologi
abnormal.